Terapi Okupasi
Dewasa ini banyak dijumpai anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dan membutuhkan penanganan atau terapi yang komprehensif. Salah satu bentuk terapi yang dapat diberikan adalah Okupasi Terapi.Terapi Okupasi yang dilakukan di Klinik Pela 9 memandang anak dari 3 area yaitu:
Produktifitas
Aspek yang dilihat pada area produktifitas ini adalah perilaku anak dalam memfokuskan perhatian atau mempertahankan konsentrasi pada aktifitas yang dilakukan, ketrampilan motorik halus yang akan mempengaruhi kemampuan menulis, menggunting, dan juga kemampuan kognitif-persepsi seperti konsep warna, bentuk, angka, dan huruf.
Aktifitas-aktifitas keseharian
Okupasi Terapi juga membantu anak-anak untuk dapat melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian, dan bersepatu secara mandiri.
Waktu luang (Leisure)
Sebagaimana diketahui bersama, dunia anak adalah dunia permainan. Pada area ini Okupasi Terapi membantu anak untuk mengeksplorasi permainan baik yang dilakukan sendiri maupun berkelompok.
Dalam memberikan terapi, Okupasi Terapi menggunakan berbagai kerangka acuan, antara lain Development Frame of Reference, Biomechanical Frame of Reference, Behavior Frame of Reference, Object Relation Frame of Reference, Sensory Integration Frame of Reference dan lain-lain.
Salah satu kerangka acuan Terapi Okupasi yang dikembangkan di Klinik Pela 9 adalah Sensory Integration.
Sensory Integration
Sensory Integration (SI), yang merupakan salah satu kerangka acuan okupasi terapi, menangani anak-anak dengan disfungsi sensory integration yang bisa terjadi pada kasus-kasus seperti autisme, Attention Defisit/Hyperactivity Disorder (ADHD), PDDnos, Learning Disabilities, Asperger Syndrom dan lain-lain.SI adalah suatu proses neurologist yang terjadi dalam susunan saraf pusat dalam mengatur informasi yang diterima oleh manusia dari tubuh serta dari dunia disekitarnya untuk diproses dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada anak-anak yang mempunyai disfungsi SI, proses integrasi sensori tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan masalah-masalah seperti pada diagram piramida di bawah ini:
Ciri-ciri anak yang mengalami masalah SI antara lain adalah sebagai berikut:
Area Taktil/sentuhan
- Tidak suka disentuh/dipeluk
- Sering marah bila dalam kerumunan dan cenderung mengisolir diri dari orang lain
- Tidak merasakan rasa sakit
- Tidak suka bila dipotong kukunya
- Berjalan berjinjit
- Tidak mau menggosok gigi
- Menyukai makanan dengan tekstur tertentu
- Bersikap terlalu waspada atau cenderung ketakutan
- Tidak menyukai aktifitas-aktifitas di tempat bermain seperti berayun dan berputar
- Tidak bisa naik sepeda
- Takut naik tangga
- Selalu berputar-putar
- Meloncat-loncat
- Berayun sangat cepat dan waktu yang lama
- Mudah jatuh
- Sering menabrak atau menendang sesuatu
- Menggigit atau menghisap jari
- Memukul
- Menggosokkan tangan pada meja
- Tidak bisa diam
- Kesulitan dalam naik turun tangga
- Kurang keras atau terlalu keras memegang pensil
- Cenderung ceroboh
- Menggunakan tenaga berlebihan dalam mengangkat
- Postur yang kurang baik
- Menyandarkan kepala pada lengan ketika sedang belajar
- Sering menggertakkan gigi
Merupakan aktivitas fisik yang terarah sehingga dapat menimbulkan respons adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.
Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar