Jumat, 14 Desember 2012

Pengalamanku Bersama Anak Berkebutuhan Khusus


Ketika saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di prodi Pendidikan Luar Biasa atau PLB, saya tidak pernah menyangka bahwa keputusan saya ini akan merubah sudut pandang saya kepada orang lain melalui sudut pandang yang berbeda. Bagi saya, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan dalam beraktivitas secara normal dikarenakan kelainan yang terjadi pada diri anak tersebut, baik kelainan fisik maupun kelainan mental. Awalnya saya beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus tersebut lemah dan tidak berdaya, sehingga hanya dapat hidup dengan bantuan orang lain. Namun kini, saya beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki semangat dan jiwa juang sekeras baja. Saya berterima kasih kepada HMP PLB FKIP UNS dan dosen ortopedagogik saya, yaitu Bapak Munawir karena telah memberikan saya kesempatan untuk dapat berinteraksi langsung dengan anak berkebutuhan khusus. Bapak  Munawir memberi tugas kepada mahasiswa PLB angkatan tahun 2012 untuk observasi di salah satu SLB sesuai dengan undian jenis kelainan yang didapat oleh masing – masing kelompok. Saat undian jenis kelainan tersebut, kelompok saya mendapat tunadaksa, sehingga kelompok saya memutuskan untuk melakukan observasi di SLB YPAC Surakarta.
Pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 saya bersama teman – teman satu kelompok yang berjumlahkan sembilan orang datang ke YPAC Surakarta dan melakuka observasi. Ketika datang, kami harus menemui bapak Hadi. Kemudian bapak Hadi memberikan penjelasan mengenai sejarah berdirinya SLB YPAC Surakarta. Seusai tanya-jawab, sya dan teman – teman diajak berkelilling YPAC Surakarta. Ketika berkeliling, saya sadar bahwa masih banyak teman – teman saya yang tidak seberuntung saya. Saya bertemu dan berinteraksi langsung dengan para siswa yang ada di YPAC Surakarta. Bagi saya, ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dan luar biasa. Saya dapat menyapa dan berjabat tangan dengan anak berkebutuhan khusus. Di YPAC Surakarta, tidak hanya menjumpai anak tunadaksa sja, namun ada juda anak lamban belajar dan autis. Sungguh pengalaman yang luar biasa dan menyenangkan bagi saya. Dari pengelaman inilah, sudut pandang saya tentang anak berkebutuhan khusus berubah. Kini saya tahu, bahwa anak berkebutuhan khusus seperti tunadaksa juga dapat beraktivitas produktif slayaknya orang normal pada umumnnya. Anak tunadaksa dapat diajari keterampilan hidup melalui bina gerak dan bina diri, sehingga anak tunadaksa dapat hidup mandiri. Di YPAC Surakarta, anak tunadaksa juga diberi dan dilatih keterampilan, seperti membatik dan memasak. Saat melakukan observasi dengan berkelilling, saya melihat langsung anak tunadaksa memasak. Dengan antusias, mereka mengikuti setiap petunjuk yang diberikan oleh ibu guru pendamping. Ini menarik sekali. Selain itu, saya bapak Hadi juga memperlihatkan beberapa batik karya anak tunadaksa. Sangat menakjubkan. Meski motifnya sederhana, namun batik karya anak tunadaksa tersebut sangat rapi dan terlihat cantik. Saya saja sampai merasa iri karena belum dapat membuat batik seperti karya anak tunadaksa tersebut. Di pelataran, saya juga menyaksikan beberapa anak tunadaksa sedang berlatih memainkan alat musik sederhana dalam rangka persiapan pertunjukan car free day pada hari Minggu, 12 desember 2012. Meski mengalami sedikit kesulitan, namun anak tunadaksa tersebut tetap semangat berlatih. Bahkan ketika sinar matahari terasa menyengat di kulit, mereka tidak memedulikannya. Mereka asyik berlatih dan bercanda bersama. Senang sekali melihat senyum dan tingkah laku anak yunadaksa yang lucu.
Kegiatan observasi saya berakhir setelah bapak Hadi menjelaskan ruang terapi yang ada di YPAC Surakarta dan foto bersama di pelataran SLB YPAC Surakarta. Dikarenakan tugas dari dinas, seusai menemani saya dan teman – teman observasi bapak Hadi tidak dapat mendampingi kami untuk mengenal lebih dalam tentang anak tunadaksa dan SLB YPAC Surakarta. Namun beliau memberikan kesempatan kepada saya dan teman – teman untuk mengenal YPAC Surakarta lebih dalam dan beliau juga berpesan bahwa kami diperbolehkan main kapan saja ke YPAC Surakarta. Sungguh menyenangkan. Sebelum pulang, saya dan teman – teman menyaksikan proses latihan musik dalam rangka persiapan pertunjukkan di car free day. Saya merasa senang dan ini adalah pengalaman baru yang berharga bagi saya.
Selain itu, dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang Cacat atau HIPENCA, HMP PLB FKIP UNS menyelenggarakan jalan – jalan bersama anak berkebutuhan khusus di car free day pada hari Minggu, 9 Desember 2012. Dalam acara tersebut, dilibatkan anak berkebutuhan khusus dari SLB se-Surakarta. Dalam acara tersebut, saya kagum melihat kemampuan anak – anak berkebuthan khusus tersebut. Ada yang bisa bermain drumband dan bernyanyi. Bahkan saya yang normal saja tidak bisa melakukan itu. Saya hanya bisa berkata “ mereka sungguh luar biasa dalam keterbatasannya”. Puncak memperingati HIPENCA dilaksanakan pada hari Kamis, 13 Desember 2012 dengan melibatkan anak berkebutuhan khusus dari SLB se-Surakarta. Dalam acara tersebut, saya kembali berdecak kagum akan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus tersebut. Mereka menampilkan kemampuan mereka yang belum tentu dimiliki oleh orang normal. Ada yang menari, bermain drum, bernyanyi, hingga membacakan puisi. Mereka sungguh luar biasa.
Banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang saya peroleh. Sekarang saya mengerti bahwa anak berkebuthan khusus sama seperti manusia normal. Hanya saja mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan manusia normal. Tugas kita adalah mengarahkan sudut pandang mereka menjadi sudut pandang seperti manusia normal pada umumnya. Rasanya saya ingin cepat – cepat menyelesaikan studi saya dan menjadi pendidik bagi anak berkebutuhan khusus.

Sabtu, 24 November 2012

terapi okupasi

Terapi Okupasi

Terapi Okupasi Dewasa ini banyak dijumpai anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dan membutuhkan penanganan atau terapi yang komprehensif. Salah satu bentuk terapi yang dapat diberikan adalah Okupasi Terapi.
Terapi Okupasi yang dilakukan di Klinik Pela 9 memandang anak dari 3 area yaitu:
Produktifitas
Aspek yang dilihat pada area produktifitas ini adalah perilaku anak dalam memfokuskan perhatian atau mempertahankan konsentrasi pada aktifitas yang dilakukan, ketrampilan motorik halus yang akan mempengaruhi kemampuan menulis, menggunting, dan juga kemampuan kognitif-persepsi seperti konsep warna, bentuk, angka, dan huruf.
Aktifitas-aktifitas keseharian
Okupasi Terapi juga membantu anak-anak untuk dapat melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian, dan bersepatu secara mandiri.
Waktu luang (Leisure)
Sebagaimana diketahui bersama, dunia anak adalah dunia permainan. Pada area ini Okupasi Terapi membantu anak untuk mengeksplorasi permainan baik yang dilakukan sendiri maupun berkelompok.
Dalam memberikan terapi, Okupasi Terapi menggunakan berbagai kerangka acuan, antara lain Development Frame of Reference, Biomechanical Frame of Reference, Behavior Frame of Reference, Object Relation Frame of Reference, Sensory Integration Frame of Reference dan lain-lain.
Salah satu kerangka acuan Terapi Okupasi yang dikembangkan di Klinik Pela 9 adalah Sensory Integration.

Sensory Integration

Sensory Integration (SI), yang merupakan salah satu kerangka acuan okupasi terapi, menangani anak-anak dengan disfungsi sensory integration yang bisa terjadi pada kasus-kasus seperti autisme, Attention Defisit/Hyperactivity Disorder (ADHD), PDDnos, Learning Disabilities, Asperger Syndrom dan lain-lain.
SI adalah suatu proses neurologist yang terjadi dalam susunan saraf pusat dalam mengatur informasi yang diterima oleh manusia dari tubuh serta dari dunia disekitarnya untuk diproses dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada anak-anak yang mempunyai disfungsi SI, proses integrasi sensori tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan masalah-masalah seperti pada diagram piramida di bawah ini:
Dimana problem dibawah akan mempengaruhi tingkat di atasnya.
Ciri-ciri anak yang mengalami masalah SI antara lain adalah sebagai berikut:

Area Taktil/sentuhan
  • Tidak suka disentuh/dipeluk
  • Sering marah bila dalam kerumunan dan cenderung mengisolir diri dari orang lain
  • Tidak merasakan rasa sakit
  • Tidak suka bila dipotong kukunya
  • Berjalan berjinjit
  • Tidak mau menggosok gigi
  • Menyukai makanan dengan tekstur tertentu
Area Vestibular
  • Bersikap terlalu waspada atau cenderung ketakutan
  • Tidak menyukai aktifitas-aktifitas di tempat bermain seperti berayun dan berputar
  • Tidak bisa naik sepeda
  • Takut naik tangga
  • Selalu berputar-putar
  • Meloncat-loncat
  • Berayun sangat cepat dan waktu yang lama
  • Mudah jatuh
Area Proprioceptive
  • Sering menabrak atau menendang sesuatu
  • Menggigit atau menghisap jari
  • Memukul
  • Menggosokkan tangan pada meja
  • Tidak bisa diam
  • Kesulitan dalam naik turun tangga
  • Kurang keras atau terlalu keras memegang pensil
  • Cenderung ceroboh
  • Menggunakan tenaga berlebihan dalam mengangkat
  • Postur yang kurang baik
  • Menyandarkan kepala pada lengan ketika sedang belajar
  • Sering menggertakkan gigi
Terapi Sensori Integrasi:

Merupakan aktivitas fisik yang terarah sehingga dapat menimbulkan respons adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.
Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.

Selasa, 20 November 2012

penanganan bagi anak autisme

Penanganan Bagi Anak Autis

Tujuan dari penanganan pada penyandang autisme adalah:
a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam lingkungan keluarga,
c. Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar,
d. Mengajarkan materi akademik, serta
e. Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.

Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui cara menunjuk jari, menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata. Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Beberapa Jenis terapi yang bisa dilakukan pada anak autisme adalah sebagai berikut:
a. Terapi perilaku
1) Terapi okupasi – Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis.
2) Terapi wicara – Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
3) Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
b. Terapi biomedik
Pada masa remaja, beberapa perilaku agresif bisa semakin sulit dihadapi dan sering menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu meskipun tidak dapat menghilangkan penyebabnya. Haloperidol terutama digunakan untuk mengendalikan perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri. Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake serotonin selektif (fluoksetin, paroksetin dan sertralin) digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan perilaku pada anak autis.
c. Sosialisasi ke sekolah reguler – Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah formal sesuai dengan umurnya dengan tidak meninggalkan terapi perilakunya.
d. Sekolah (Pendidikan) Khusus – Pada sekolah (pendidikan) khusus ini dikemas khusus untuk penyandang autis yang meliputi terapi perilaku, wicara dan okupasi, bila perlu dapat ditambahkan dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai.
Program pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan kepada kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi yang digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda.  Dukungan pendidikan seperti terapi wicara, terapi okupasional dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah anak autis. Keterampilan lainnya, seperti memasak, berbelanja atau menyebrang jalan, akan dimasukkan ke dalam rencana pendidikan individual untuk meningkatkan kemandirian anak. Tujuan keseluruhan untuk anak adalah membangun kemampuan sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi atau membangun potensinya yang tertinggi.

Dampak Sosial dan Dampak Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)



            Pendidikan yang bermutu mampu memberi kontribusi untuk anak-anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan layanan pendidikan yang layak seperti anak-anak pada umumnya. Melalui peraturan dan undang-undang tentang hak anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anak seluruh dunia. Keterlibatan keluarga sebagai pusat pelayanan anak, guru, tenaga kependidikan, dan profesional sangat penting. Pertanyaan kita, “Apakah keluarga cukup mampu berperan secara optimal dalam memnuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus?”. Sedang kita mengetahui bahwa sebelum masuk ke wilayah treatment di luar keluarga, anak berkebutuhan khusus tentunya mengalami dampak psiko-sosial dan dampak pendidikan baik dampak negatif maupun positif.
DAMPAK SOSIAL
v  Dampak negatif
Kelemahan pada faktor psikologis, beberapa orang tua dari anak berkebutuhan khusus mengalami ketidaknyamanan secara sosial baik di lingkup keluarga besar maupun dalam masyarakat, antara lain :
1.      Ada rasa malu atau tidak percaya diri membawa anak mereka ke lingkungan keluarga besar atau masyarakat
2.      Merasa anak berkebutuhan khusus memiliki kekurangan
3.      Orang tua merasa enggan memasukkan ke sekolah karena malu, minimnya biaya untuk sekolah, minimnya pengetahuan dan pengalaman orang tua, dan kendala operasional sekolah reguler.
4.      Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
5.      Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
6.      Kesulitan dalam penyaluran tenaga kerja
7.      Masalah gangguan kepribadian dan emosi

v  Dampak positif
Anak berkebutuhan khusus sama dengan anak pada umumnya, mereka mendapatkan hak yang sama dalam layanan pendidikan. Berikut dampak positif adanya anak berkebutuhan khusus, antara lain :
1.      Membelajarkan manusia normal untuk hidup berdampingan dengan anak berkebutuhan khusus.
2.      Membelajarkan masyarakat bagaimana memperlakukan anak berkebutuhan khusus
3.      Berinteraksi sosial dan mererima anak berkebutuhan khusus dengan baik
4.      Menimbulkan kasih sayang, menghargai, menolong, empati, dan berbagi sehingga lingkungan kondusif dan membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus
DAMPAK PENDIDIKAN
v  Dampak negatif
Anak berkebutuhan khusus memiliki hak memperoleh pendidikan seperti anak pada umumnya, hanya saja hingga saat ini masih terdapat kendala, antara lain :
1.      Operasional pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan biaya tinggi
2.      Kurangnya sosialisasi tentang layanan pendidikan inklusi pada masyarakat
3.      Sulit memanfaatkan waktu luang

v  Dampak positif
Terlahirnya anak berkebutuhan khusus memberikan dampak positif pada dunia kependidikan, antara lain :
1.      Munculnya sekolah inklusi
2.      Munculnya media pembelajaran dengan  memberikan treatment yang tepat pada anak berkebutuhan khusus
Perlakuan dapat berdampak terhadap perkembangan dan kompetensi anak jika pengaruh-pengaruh pihak lain dalam lingkungan anak secara aktif berpartisipasi dalam upaya memenfaatkan dan mengembangkan keterampilan tersebut, antara lain :
1.    Pemberdayaan ( empowering )
Memberikan bantuan kepada pihak keluarga bagaimana mengenali anak berkebutuhan khusus melalui kegiatan pembekalan pengetahuan dan identifikasi awal anak melalui tes terpadu dan kontiniu dengan kerjasama pihak-pihak terkait (medis). Artinya kita benar-benar memberdayakan keluarga untuk mampu memberikan pelayanan dalam bentuk aktivitas dan rutinitas di lingkungan rumah.
2.      Pemupukan ( enabling )
Menciptakan kesempatan untuk keluarga mendapatkan sumber-sumber kekuatan sendiri, membangun sumber-sumber tersebut untuk dapat memnuhi kebutuhan anaknya. Hal ini dapat silakukan dengan membuat organisasi orang tua yang merancang aktifitas sosial. Hal ini diharapkan mampu memberikan kepercayaan pada masyarakat bahwa keluarga dapat memenuhi kebutuhan anaknya dengan berbagai cara bermakna dan menghasilkan untuk kelangsungan layanan pendidik pada anak berkebutuhan khusus
3.      Kemitraan ( partisipation )
Program ini bekerjasama dengan bernagai pihak terkait ( pemerintahan, profesional, guru, dan orang tua untuk membangun sikap positif terhadap kerjasama secara aktif meningkatkan hasil, bagi anak maupun keluarga, melebihi apa yang dapat dicapai dalam bentuk perlakuan
            Berdasarkan uraian di atas, dampak yang muncul dengan lahirnya anak berkebutuhan khusu, akan semakin membangun motivasi secara psiko-sosial dan pendidikan. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama orang tua dan keluarga sebagai pendidik utama selayaknya berbangga hati, menggali dan menemukan potensi-potensi serta kekayaan intelektual yang dimiliki anak manapun, terutama anak berkebutuhan khusus (ABK).

Dick dan Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sistematis, dinyatakan sebagai model pendekatan sistem yang mengacu pada sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development/ISD). Jika berbicara masalah desain, maka masuk ke dalam proses, jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu pada ISD, yaitu mengacu pada tahapan analisis, design, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model pembelajaran Dick dan Carey baik dalam keadaan formal maupun non formal adalah sama yang meliputi pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Semua komponen saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui kinerja dari interaksi komponen – komponen tersebut, maka perlu mengembangkan format evaluasi. Jika hasil evaluasi pebelajar kurang baik, maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Komponen model Dick dan Carey dipengaruhi oleh Condition of learning yang berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara eklektic, sehingga Gagne (Bostock, 1996) menghasilkan tiga proyek utama yaitu 1) instructional events, 2) types of learning outcomes, 3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran. Perbedaan model pembelajaran Dick dan Carey dengan ahli lain ialah para ahli menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis (perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan management proses) tetapi bukan pendekatan sistematis. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, berikut bagan pengembangan sistem pembelajaran Dick dan Carey : 1. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis kebutuhan, yaitu kesulitan-kesulitan pebelajar dalam praktek pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli di bidang atau beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual. 2. Melakukan analisis pembelajaran Menentukan langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah terakhir dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran. 3. Analisis pebelajar dan lingkungannya Analisis terhadap pebelajar dan konteks di mana mereka belajar. Sikap dan keterampilan yang lebih disukai pebelajar saat ini, ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan. 4. Merumuskan tujuan khusus Mencatat pernytaan khusus tentang apa yang pebelajar lakukan setelah menerima pembelajaran, yang didapat dari hasil analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan perilaku awal pebelajar. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja. 5. Mengembangkan instrumen penilaian Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, mengembangkan produk evaluasi untuk mengukur kemampuan pebelajar melakukan tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran untuk apa melakukan penilaian. 6. Mengembangkan strategi pembelajaran Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif. 7. Mengembangkan materi pembelajaran Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar perancang. 8. Merancang dan mengembangkan eva formatif Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data (uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small group) dan uji lapangan (field evaluation) sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar. 9. Merevisi pembelajaran Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif. 10. Mengembangkan evaluasi sumatif Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey, sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.


Dick dan Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sistematis, dinyatakan sebagai model  pendekatan sistem yang mengacu pada sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development/ISD). Jika berbicara masalah desain, maka masuk ke dalam proses, jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu pada ISD, yaitu mengacu pada tahapan analisis, design, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
            Model pembelajaran Dick dan Carey baik dalam keadaan formal maupun non formal adalah sama yang meliputi pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Semua komponen saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui kinerja dari interaksi komponen – komponen tersebut, maka perlu mengembangkan format evaluasi. Jika hasil evaluasi pebelajar kurang baik, maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Komponen model Dick dan Carey dipengaruhi oleh Condition of learning yang berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara eklektic, sehingga Gagne (Bostock, 1996) menghasilkan tiga proyek utama yaitu 1) instructional events, 2) types of learning outcomes, 3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran. Perbedaan model pembelajaran Dick dan Carey dengan ahli lain ialah para ahli menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis (perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan management proses) tetapi bukan pendekatan sistematis. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
1.    Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan
Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis kebutuhan, yaitu kesulitan-kesulitan pebelajar dalam praktek pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli di bidang atau beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual.
2.    Melakukan analisis pembelajaran
Menentukan langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah terakhir dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran.
3.    Analisis pebelajar dan lingkungannya
Analisis terhadap pebelajar dan konteks di mana mereka belajar. Sikap dan keterampilan yang lebih disukai pebelajar saat ini, ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan.
4.    Merumuskan tujuan khusus
Mencatat pernytaan khusus tentang apa yang pebelajar lakukan setelah menerima pembelajaran, yang didapat dari hasil analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan perilaku awal pebelajar. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja.
5.    Mengembangkan instrumen penilaian
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, mengembangkan produk evaluasi untuk mengukur kemampuan pebelajar melakukan tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran untuk apa melakukan penilaian.
6.    Mengembangkan strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif.
7.    Mengembangkan materi pembelajaran
Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar perancang.
8.    Merancang dan mengembangkan eva formatif
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data (uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small group) dan uji lapangan (field evaluation) sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar.
9.    Merevisi pembelajaran
Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
10.    Mengembangkan evaluasi sumatif
Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey, sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.

Anak Lambat Belajar Bisa Sukses Jadi Pengusaha

Berikut sebuah cerita tentang seorang wanita sukses yang ternyata ia adalah seorang anak berkebutuhan khusus :

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilik bisnis kosmetik ternama Martha Tilaar pernah divonis sebagai anak yang lambat belajar alias slow learner. Namun, dia mampu mengembangkan potensinya sebagai pebisnis sukses di bidang kosmetik yang menggali dari kekayaan alam negeri ini.
"Saya sempat minder. Ranking tiga dari belakang di kelas. Tetapi, untungnya saya punya ibu dan keluarga yang selalu memotivasi," kata Martha dalam acara peluncuran buku dan HUT ke-80 suaminya HAR Tilaar, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), di Jakarta, Sabtu (7/7/2012).
Menurut Martha, dirinya lemah jika disuruh belajar Matematika dan ilmu pasti lainnya. Namun, dia menyenangi sejarah, budaya, dan lingkungan hidup. "IQ memang jongkok. Tetapi, ibu saya membekali saya dengan kreativitas. Dari kecil saya diajar untuk bisa mengembangkan hal-hal kreatif yang ada di sekeliling sehingga menghasilkan uang. Dari sinilah, jiwa bisnis saya dengan bekal kreativitas tumbuh dan berkembang," ujar Martha.
Menurut Martha, yang kini jadi pengajar di bidang herbal di pascasarjana Universitas Indonesia, dalam mendidik anak-anak slow learner, yang penting terus dimotivasi. Anak-anak ini harus dilihat potensinya sehingga dapat berkembang maksimal.
Dorongan ibu, keluarga, dan suami tercinta mampu membuat Martha terus mengembangkan potensi dirinya sebagai pengusaha kosmetik yang memanfaatkan ramuan tradisional yang dikombinasikan dengan teknologi modern. Alhasil, usaha bisnisnya di bidang kosmetik berkembang pesat dan mendapat pengakuan di dalam dan luar negeri.
Bahkan, Martha terpilih menjadi satu dari fourteen anggota Global Compact Board di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lembaga ini sebagai badan penasihat tertinggi pada PBB yang melibatkan organisasi bisnis, masyarakat sipil, pekerja, dan pengusaha.
Martha juga mendapat gelar doktor honoris causa dari kampus di Amerika Serikat. Di dalam negeri, Martha fokus untuk memberdayakan para perempuan, pengembangan kewirausahaan, hingga kepedulian pada lingkungan hidup lewat pendirian Kampung Djamu Organik di Cikarang, Bekasi.
Martha berharap supaya pendidikan di Indonesia dapat mengutamakan pengembangan potensi setiap anak. Pendidikan di sekolah tidak hanya untuk menghasilkan anak-anak pintar. "Yang perlu saat ini, anak-anak bisa menjadi pribadi yang kreatif dalam bidang yang disukainya," kata Martha.