Kamis, 18 September 2014

Teori - Teori Belajar


1.    Teori Belajar Behaviorisme
a.    Pengertian
Bahwa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika ia telah menunjukan  perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting ialah input yang berupa stimulus (pembelajaran apa saja yang diberikan oleh guru) dan respon (apa yang dihasilkan oleh siswa). Respon biasanya dapat diamati dengan adanya perubahan tingkah laku.
b.    Tokoh dan Pendapat
v Thorndike, meurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus (apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera) dan respon (reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan). Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama, yaitu hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan. Teori Thorndike ini disebut juga teori koneksionisme (Connectionism).
v Watson, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
v Clark Hull, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun menurutnya setiap stimulus yang diberikan harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis, sehingga individu tersebut dapat bertahan hidup.
v Edwin Guthrie, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, dimana stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cendrung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
v Skinner, menurutnya belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon  yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulakn perubahan tingkah laku. Dikatakan bahwa respon yang diberikan seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasrnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan.
c.    Implementasi
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas ”mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Metode behaviorisme sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

2.    Teori Belajar Kognitif
a.    Pengertian
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemehaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar bukan pada hasil belajar.
b.    Tokoh dan Pendapat
v J.Piaget, menurutnya kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi (proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baruke dalam struktur kogniitif yang telah dimiliki oleh seseorang), akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru) dan equilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi). Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun), tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun), tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun), tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun).
v Winkel,  menurutnya belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
v Brunner, menurutnya belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Teorinya disebut juga free discovery learning. Menurut Brunner tahap perkembangan kognitif terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif (seseorang melakukan aktifitas-aktivitas dalam upayanuntuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, dan pegangan); tahap ikonik (seseorang memahami objek-objek/dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal, maksudnya dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan(tampil) dan perbandingan(komparasi)); tahap simbolik (seseorang telah mampuh memiliki ide-ide/gagasan-gagasan abstrak yang sangat mempengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika).
v Ausubel, menurutnya bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampuh mengasimilasikan pengetahuan yang yelah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
c.    Implementasi
Selama kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat diperhatikan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola/logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

3.    Teori Belajar Konstruktivisme
a.    Pengertian
Belajar menurut  konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan  yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.

b.    Tokoh dan Pendapat
v Von Galserfeld, mengemukakan bahwa ada beberapa cara/kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu :
ü Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
ü Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan
ü Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya
v Jean Piaget, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi (proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu) sesuai dengan skemata (Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan) dan ekuilibrasi(keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi) yang dimilikinya.
v Vygotsky, didasarkan pada dua ide utama, yaitu : perkembangan intelektual (dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak), dan perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah). Dengan demikian,  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
c.    Implementasi
ü Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
ü Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik
ü Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari
ü Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya
ü Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik

4.    Teori Belajar Humanistik
a.    Pengertian
Proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan si yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannyadengan pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
b.    Tokoh dan Pendapat
v  Kolb, membagi tahap – tahap belajar menjadi 4, yaitu :
Ø  Tahap pengenalan konkret, merupakan tahap paling awal dalam peristiwa belajar di mana seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Seorang individu hanya dapat merasakan suatu peristiwa terjadi, tetapi belum bisa mengetahui hakikat dan alasan mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Ø  Tahap pengalaman efektif dan reflektif, bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Pada tahap ini seorang individu akan mulai mencari jawaban yang berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa, dan melakukan reflektif mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar.
Ø  Tahap konseptualisasi, bahwa seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.
Ø  Tahap eksperimenaktif, bahwa seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
v  Honey dan mumford, menggolongkan siswa dalam belajar menjadi empat, yaitu : aktifis (seseorang yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru), reflektor (seseorang yang sangat hati – hati dan penuh pertimbangan), teoris (seseorang yang tegas, suka berpikir kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya) dan pragmatis (seseorang yang memiliki sifat-sifat praktis, tda suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil).
v  Habermas, Hubermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar, yaitu : belajar teknis (belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar), belajar pragtis (belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik) dan belajar emansipatoris (upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya).
v  Bloom dan Krathwohl, menggolongkan dengan tiga kawasan tujuan belajar yaitu :
ü  Kognitif, terdiri dari : Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); Merespon (aktif berprtisipasi); Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu); Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya); dan Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
ü  Psikomotor
ü  Afektif
v  Ausubel, walaupun termasuk dalam aliran kognitifisme, tetapi ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaning Learning)
v  Carl Roger, membedakan belajar menjadi dua, yaitu : belajar yang bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik), dan belajar yanng tidk bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik)
v  Arthur Combs, menyatakan bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.

c.    Implementasi
Guru sebagai fasilitator, mana guru membantu siswa dalam belajar dan menerapkan rencana pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswa tersebut. Menerapkan langkah – langkah pembelajaran dengan sistematis.
Langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001), sebagai berikut :
·      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
·      Menentukan materi pembelajaran.
·      Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
·      Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
·      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
·      Membimbing siswa belajar secara aktif.
·      Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
·      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
·      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
·      Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

5.    Teori Belajar Sibernetik
a.    Pengertian
Belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenis pun cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Proses pengolahan imformasi dalam ingatan dimulai dari proses penyajian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara hirarki, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
b.    Tokoh dan Pendapat
v  Landa, dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir skematis, tahap demi tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristik menuntut siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus.
v  Pask dan Scott, membagi siswa menjadi tipe menyeluruh/wholist, dan tipe serial/serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cenderung mempelajari sesuatu yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan siswa yang bertipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linear.
c.    Implementasi
Guru sebagai fasilitator menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan berbegai teknologi yanng berkembang. Sehingga dengan adanya cara seperti itu, diharapkan siswa dapat tertarik dan berminat dengan materi ajar. Sehingga materi ajar dapat diterima oleh siswa dengan baik dan mampu mengembangkan pola pikir siswa dari umum ke khusus.

6.    Teori Belajar revolusi Sosiokultural
a.    Pengertian
Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Begiru pula dengan belajar, maka seorang individu dapat berkembang untuk berpikir kritis dan kesadaran.
b.    Tokoh dan Pendapat
v  Vygotsky, menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps/cognitive scaffolding) yang dapat menfasilitasi anak-anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c.    Implementasi
Guru memberikan pedoman, bimbingan yang lebih kompoten. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperativc-kolaboratif serta belajar kontekstual sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampuh belajar sendiri perlu di tingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada dibawahnya. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang tepat tentang  karakteristik siswa dan budayanya sehingga sebagai pijakan dalam pembelajaran.

Jumat, 12 September 2014

Bimbingan dan Konseling


Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu baik yang mempunyai masalah agar dapat menyelesaikan atau mengatasi masalah yang dihadapi tersebut dengan baik dan benar maupun kepada individu yang tidak mempunyai masalah agar terhindar dari masalah yang mungkin akan dihadapi. Selain itu, bantuan atau pertolongan ini tidak semata – mata hanya untuk mengatasi atau menghindarkan individu akan masalah yang dihadapi, akan tetapi juga agar individu tersebut mampu mengembangkan potensi diri yang meliputi akademik, emosi, sosial, keterampilan dan kecakapan hidup secara optimal juga bantuan agar individu mampu memilih, mempersiapkan dan memangku jabatan/karir serta mendapat kemajuan dalam jabatan/karir yang dipilih.
Hal tersebut selaras dengan pendapat beberapa ahli sebagai berikut :
Berkaitan dengan Bimbingan, yaitu :
1.        Abu Ahmadi (1991:1) bahwa Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimilikinya mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentkan rencana masa depan yang lebih baik.
2.        Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan.
3.        Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.
4.        Dewa Ketut Sukardi (2000) berpendapat bahwa Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu memperkembangkan potensi (bakat, minat dan kemampuan) yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain.
5.        Walgito (2004:5-6) berpendapat bahwa Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
6.        Menurut Hadin Nuryadin (2005:3) mengatakan bahwa: “Bimbingan adalah proses membantu individu yang belum matang untuk tumbuh memahami dirinya serta mencapai produktivitas akademik yang optimal.”
7.        Frank Parson (1951:23) menjelaskan bahwa Bimbingan yaitu bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya.
Sedangkan konseling merupakan salah satu teknik pemberian layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan yang tewujud dalam hubungan timbal-ballik dua individu satu ialah seorang ahli yaitu Konselor dan seorang lagi adalah Klien yang memiliki masalah tertentu, yang mana klien tersebut memerlukan bantuan Konselor untuk mendapatkan solusi atau penyelesaian yang baik dan benar dari Konselor.
Hal tersebut selaras dengan pendapat beberapa ahli sebagai berikut :
Berkaitan dengan Konseling, yaitu :
1.        Tolbert (dalam Prayitno, 2004:101) menyatakan Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara konselor dan konseli. Melalui hubungan itu, konselor dengan kemampuan – kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaan sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia diciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah – masalah dan menemukan kebutuhan – kebutuhan yang akan datang.
2.        Rochman Natawidjaja yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi bahwa Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
3.        Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling may, therefore, be defined as apeson to person process in which one person is helped by another to increase in understanding and ability to meet his problems” yaitu Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.
4.        Ponpon Harahap (1981) menyatakan bahwa konseling itu merupakan alat yang paling penting dalam keseluruhan program bimbingan.

Dari definisi-definisi itu pula dapat diketahui bahwa hubungan antara bimbingan dan konseling sangat erat sekali yaitu Konseling merupakan salah satu teknik dalam memberikan bimbingan. Jadi bisa dikatakan bahwa Konseling merupakan bagian dari bimbingan dan merupakan titik sentral dari keseluruhan kegiatan bimbingan. Oleh karena itu, Bimbingan mempunyai pengertian lebih luas dari pada konseling. Karena itu Konseling merupakan Bimbingan, akan tetapi tidak semua Bimbingan itu merupakan Konseling. Konseling itu bersifat kuratif atau korektif karena pada konseling sudah ada masalah tertentu yang dimiliki oleh individu atau kelompok sebagai klien. Sedangkan Bimbingan itu lebih bersifat preventif atau pencegahan. Sehingga pelayanan Bimbingan ditujukan tidak hanya pada individu yang bermasalah tetapi juga pada individu yang tidak bermasalah.


Sumber            :