a.
Pengertian
Teori Belajar
Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengedepankan potensi dirinya.
Proses belajar harus
dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh
sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati
bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian
kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan si yang
dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak
berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar
sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar
lainnya. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannya elektik yaitu
dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan
untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus
dilakukan.
b.
Tokoh dan Pendapat
v Kolb,
membagi tahap – tahap belajar menjadi 4, yaitu :
Ø Tahap
pengenalan konkret, merupakan tahap paling awal dalam peristiwa belajar di mana
seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana
adanya. Seorang individu hanya dapat merasakan suatu peristiwa terjadi, tetapi
belum bisa mengetahui hakikat dan alasan mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Ø Tahap
pengalaman efektif dan reflektif, bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu
melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Pada tahap
ini seorang individu akan mulai mencari jawaban yang berkaitan dengan
terjadinya suatu peristiwa, dan melakukan reflektif mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti
terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar.
Ø Tahap
konseptualisasi, bahwa seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang
menjadi objek perhatiannya.
Ø Tahap
eksperimenaktif, bahwa seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,
teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak
digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di
lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi
ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
v Honey dan mumford, menggolongkan siswa dalam belajar menjadi empat, yaitu
: aktifis
(seseorang yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru), reflektor (seseorang yang sangat
hati – hati dan penuh pertimbangan),
teoris (seseorang
yang tegas, suka berpikir kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional
dengan menggunakan penalarannya) dan
pragmatis (seseorang yang memiliki sifat-sifat praktis, tda
suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil).
v Habermas,
membedakan tiga macam atau tipe belajar, yaitu
: belajar teknis (belajar bagaimana
seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar), belajar pragtis (belajar bagaimana
seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan
orang-orang di sekelilingnya dengan baik) dan belajar emansipatoris (upaya agar
seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya
perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya).
v Bloom dan Krathwohl, menggolongkan dengan tiga kawasan tujuan belajar yaitu
:
ü Kognitif,
terdiri dari : Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); Merespon
(aktif berprtisipasi); Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada
nilai-nilai tertentu); Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang
dipercayainya); dan Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola
hidupnya)
ü Psikomotor
ü Afektif
v Ausubel, walaupun termasuk dalam aliran kognitifisme, tetapi
ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaning
Learning)
v Carl
Roger, membedakan belajar menjadi dua, yaitu : belajar yang bermakna (terjadi
jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta
didik), dan belajar yang tidak bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta
didik)
v Arthur
Combs, menyatakan bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada.
v Maslow,
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
c.
Implementasi
Guru sebagai
fasilitator, di mana guru membantu siswa dalam belajar dan menerapkan rencana pembelajaran
yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswa tersebut. Menerapkan langkah –
langkah pembelajaran dengan sistematis.
Langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001), sebagai
berikut :
·
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
·
Menentukan materi pembelajaran.
·
Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior)
siswa.
·
Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang
memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
·
Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan
media pembelajaran.
·
Membimbing siswa belajar secara aktif.
·
Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari
pengalaman belajarnya.
·
Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman
belajarnya.
·
Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep
baru ke situasi nyata.
·
Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Selain itu, guru sebagai fasilitator
diuraikan sebagai berikut :
1. Guru sebagai
fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal kelompok
atau pengalaman kelas.
2. Guru sebagai
fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan – tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan – tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Guru sebagai
fasilitator juga mempercayai adanya keinginan dari masing – masing siswa untuk
melaksanakan tujuan – tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan dan
pendorong yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Guru sebagai
fasilitator mencoba mengatur dan menyediakan sumber – sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Guru sebagai
fasilitator menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan ileh kelompok.
6. Guru sebagai
fasilitator dapat menanggapi ungkapan – ungkapan di dalam kelompok kelas dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap – sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi denagn cara yang sesuai dan baik bagi individual
maupun kelompok.
7. Bilamana
suasana aau cuaca penerimaan kelas telah siap dengan mantap, guru sebagai
fasilitator berangsur – angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
8. Guru sebagai
fasilitator juga mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok,
perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar