1. Teori
Belajar Behaviorisme
a. Pengertian
Bahwa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika ia
telah menunjukan perubahan tingkah laku.
Menurut
teori ini, yang terpenting ialah input yang berupa stimulus (pembelajaran apa
saja yang diberikan oleh guru) dan respon (apa yang dihasilkan oleh siswa). Respon
biasanya dapat diamati dengan adanya perubahan tingkah laku.
b. Tokoh
dan Pendapat
v Thorndike, meurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus (apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera) dan respon (reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan). Menurut
Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama, yaitu hukum efek, hukum
latihan, dan hukum kesiapan. Teori
Thorndike ini disebut juga teori koneksionisme (Connectionism).
v Watson, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.
Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
v Clark Hull, menurutnya belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun menurutnya setiap stimulus yang diberikan
harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis,
sehingga individu tersebut dapat bertahan hidup.
v Edwin Guthrie, menurutnya belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, dimana stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan dan pemuasan biologis. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cendrung hanya
bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat
tetap.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
v Skinner, menurutnya belajar adalah hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya,
yang kemudian akan menimbulakn perubahan tingkah laku. Dikatakan bahwa respon
yang diberikan seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasrnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon
yang akan diberikan.
c. Implementasi
Aplikasi teori
ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas ”mimetic”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya.
Metode
behaviorisme sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
2. Teori
Belajar Kognitif
a. Pengertian
Pengertian
belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemehaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi
teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi
baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori
kognitif lebih mementingkan proses belajar bukan pada hasil belajar.
b. Tokoh
dan Pendapat
v J.Piaget, menurutnya kegiatan belajar terjadi sesuai
dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses
asimilasi (proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baruke dalam struktur kogniitif yang
telah dimiliki oleh seseorang), akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
baru)
dan equilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi).
Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun),
tahap preoperasional (umur 2-7/8
tahun),
tahap operasional konkret (umur
7/8-11/12 tahun), tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun).
v Winkel,
menurutnya belajar adalah suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan
dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
v Brunner, menurutnya belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang
mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Teorinya
disebut juga free discovery
learning. Menurut Brunner tahap perkembangan kognitif terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu
tahap enaktif (seseorang melakukan aktifitas-aktivitas dalam upayanuntuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, dan
pegangan); tahap ikonik (seseorang memahami objek-objek/dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal, maksudnya dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan(tampil) dan perbandingan(komparasi));
tahap simbolik (seseorang telah mampuh memiliki ide-ide/gagasan-gagasan
abstrak yang sangat mempengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika).
v Ausubel, menurutnya bahwa proses belajar terjadi jika
seseorang mampuh mengasimilasikan pengetahuan yang yelah dimilikinya dengan
pengetahuan baru. Proses belajar melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus,
memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.
c. Implementasi
Selama kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat diperhatikan.
Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi
pelajaran disusun dengan menggunakan pola/logika tertentu, dari sederhana ke
kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
3. Teori
Belajar Konstruktivisme
a. Pengertian
Belajar menurut konstruktivisme adalah
suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya
dapat dikembangkan. Kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama
ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai
dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya,
mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh
konstruksi yang baru.
b. Tokoh
dan Pendapat
v Von Galserfeld, mengemukakan bahwa ada beberapa
cara/kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu
:
ü Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
ü Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan
kesamaan dan perbedaan
ü Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu
dari pada yang lainnya
v Jean
Piaget, menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi (proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya)
dan akomodasi (tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan
yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu) sesuai dengan skemata (Sekumpulan konsep yang digunakan ketika
berinteraksi dengan lingkungan) dan ekuilibrasi(keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi) yang dimilikinya.
v Vygotsky,
didasarkan pada dua ide utama, yaitu : perkembangan intelektual (dapat dipahami
hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak), dan
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (mengacu pada simbol-simbol
yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah). Dengan demikian, perkembangan kognitif anak
mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan
sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
c. Implementasi
ü Tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi
ü Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik
ü Latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari
ü Peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya
ü Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
4. Teori
Belajar Humanistik
a. Pengertian
Proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang
kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian
kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan si yang
dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak
berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar
sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar
lainnya. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannyadengan
pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai
teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk
dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
b. Tokoh
dan Pendapat
v Kolb,
membagi tahap – tahap belajar menjadi 4, yaitu :
Ø Tahap
pengenalan konkret, merupakan tahap paling awal dalam peristiwa belajar di mana
seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian
sebagaimana adanya. Seorang individu hanya dapat merasakan suatu peristiwa
terjadi, tetapi belum bisa mengetahui hakikat dan alasan mengapa peristiwa
tersebut terjadi.
Ø Tahap
pengalaman efektif dan reflektif, bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu
melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Pada tahap
ini seorang individu akan mulai mencari jawaban yang berkaitan dengan
terjadinya suatu peristiwa, dan melakukan reflektif mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti
terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar.
Ø Tahap
konseptualisasi, bahwa seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang
menjadi objek perhatiannya.
Ø Tahap
eksperimenaktif, bahwa seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,
teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak
digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di
lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi
ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
v Honey dan mumford, menggolongkan siswa dalam belajar menjadi empat, yaitu
: aktifis
(seseorang yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru), reflektor (seseorang yang sangat
hati – hati dan penuh pertimbangan),
teoris (seseorang
yang tegas, suka berpikir kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional
dengan menggunakan penalarannya) dan
pragmatis (seseorang yang memiliki sifat-sifat praktis, tda
suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil).
v Habermas,
Hubermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar, yaitu
: belajar teknis (belajar bagaimana
seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar), belajar pragtis (belajar bagaimana
seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang
di sekelilingnya dengan baik) dan
belajar emansipatoris (upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi
budaya dalam lingkungan sosialnya).
v Bloom dan Krathwohl, menggolongkan dengan tiga kawasan tujuan belajar yaitu
:
ü Kognitif,
terdiri dari : Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); Merespon
(aktif berprtisipasi); Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada
nilai-nilai tertentu); Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang
dipercayainya); dan Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola
hidupnya)
ü Psikomotor
ü Afektif
v Ausubel, walaupun termasuk dalam aliran kognitifisme, tetapi
ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaning
Learning)
v Carl
Roger, membedakan belajar menjadi dua, yaitu : belajar yang bermakna (terjadi
jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta
didik), dan belajar yanng tidk bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta
didik)
v Arthur
Combs, menyatakan bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada.
c. Implementasi
Guru sebagai fasilitator, mana guru
membantu siswa dalam belajar dan menerapkan rencana pembelajaran yang sesuai
dengan minat dan kemampuan siswa tersebut. Menerapkan langkah – langkah
pembelajaran dengan sistematis.
Langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001), sebagai
berikut :
·
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
·
Menentukan materi pembelajaran.
·
Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior)
siswa.
·
Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang
memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
·
Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan
media pembelajaran.
·
Membimbing siswa belajar secara aktif.
·
Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari
pengalaman belajarnya.
·
Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman
belajarnya.
·
Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep
baru ke situasi nyata.
·
Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
5. Teori
Belajar Sibernetik
a. Pengertian
Belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan
atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat
ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut. Oleh sebab itu, teori
sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenis pun cara belajar yang ideal
untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi. Proses
pengolahan imformasi dalam ingatan dimulai dari proses penyajian informasi
(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan
(retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan
proses penelusuran bergerak secara hirarki, dari informasi yang paling umum dan
inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang
diinginkan diperoleh.
b. Tokoh
dan Pendapat
v Landa, dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan
heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir
skematis, tahap demi tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu,
sedangkan belajar heuristik menuntut siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke
beberapa target tujuan sekaligus.
v Pask dan Scott, membagi siswa menjadi tipe menyeluruh/wholist, dan
tipe serial/serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe
wholist cenderung mempelajari sesuatu yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih
khusus, sedangkan siswa yang bertipe serialist dalam berpikir akan
menggunakan cara setahap demi setahap atau linear.
c. Implementasi
Guru sebagai fasilitator menyampaikan
materi pembelajaran dengan menggunakan berbegai teknologi yanng berkembang.
Sehingga dengan adanya cara seperti itu, diharapkan siswa dapat tertarik dan
berminat dengan materi ajar. Sehingga materi ajar dapat diterima oleh siswa
dengan baik dan mampu mengembangkan pola pikir siswa dari umum ke khusus.
6. Teori
Belajar revolusi Sosiokultural
a. Pengertian
Dikemukakan
bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari
kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri.
Begiru
pula dengan belajar, maka seorang individu dapat berkembang untuk berpikir
kritis dan kesadaran.
b. Tokoh
dan Pendapat
v Vygotsky, menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh
kesempatan yang luas untuk zona perkembangan proximalnya atau potensinya
melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkatan bantuan (helps/cognitive scaffolding) yang dapat menfasilitasi
anak-anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Implementasi
Guru memberikan pedoman, bimbingan yang lebih kompoten. Bentuk-bentuk
pembelajaran kooperativc-kolaboratif serta belajar kontekstual sangat tepat
digunakan. Sedangkan anak yang telah mampuh belajar sendiri perlu di tingkatkan
tuntutannya, sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada dibawahnya. Dengan
demikian diperlukan pemahaman yang tepat tentang karakteristik siswa dan
budayanya sehingga sebagai pijakan dalam pembelajaran.